
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop pada Kemendikbudristek. Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, tidak termasuk di dalamnya.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan penyidik masih mengumpulkan alat bukti.
"Kenapa tadi NAM (Nadiem Makarim) sudah diperiksa mulai pagi sampai malam, kemudian hari ini belum ditetapkan sebagai tersangka? Karena berdasarkan kesimpulan penyidik masih perlu ada pendalaman alat bukti," kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Selasa (15/7).
Qohar menyebut memang ada sejumlah peran penting Nadiem dalam proses pengadaan tersebut. Peran itu di antaranya dibeberkan dalam penetapan empat orang tersangka oleh Kejagung.
"Memang dari keterangan para saksi termasuk empat yang sudah tersangka ini memang pernah ada rapat Zoom Meeting yang dipimpin oleh NAM. Yang di mana, di sana, agar menggunakan Chrome OS yang pada saat itu, sudah saya sampaikan, belum dilakukan lelang atau proses pengadaan barang dan jasa," jelas Qohar.
"Namun kami juga perlu alat bukti yang lain. Alat bukti dokumen, alat bukti petunjuk, alat bukti keterangan ahli untuk NAM. Ketika dua alat bukti cukup, pasti penyidik akan menetapkan siapa pun orangnya sebagai tersangka," tegas dia.

Nadiem sudah dua kali dimintai keterangannya oleh Kejagung. Pemeriksaan pertama berlangsung pada Senin (23/6), kemudian yang kedua dilakukan pada Selasa (15/7). Nadiem menyatakan akan bersikap kooperatif terkait penyidikan perkara ini.
Adapun keempat tersangka yang sudah dijerat, yakni:
Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulatsyah;
Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih;
Mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan
Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Dalam kasus ini, Kemendikbudristek melaksanakan program Digitalisasi Pendidikan dengan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di Indonesia, termasuk di daerah 3T. Anggarannya mencapai Rp 9,3 triliun.
Namun, pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Padahal, Chromebook banyak kelemahan jika dioperasikan pada daerah 3T, termasuk harus ada internet. Sehingga, penggunaannya tidak optimal.
Di sisi lain, diduga ada ketidaksesuaian harga dalam pengadaan laptop tersebut. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun.
Terhadap para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.